JAKARTA, CYBERMERAHPUTIH.CO.ID — Sandiman Ahli Utama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Giyanti Awan, mengungkapkan bahwa keterbatasan anggaran menjadi hambatan serius dalam mencetak dan merekrut ahli keamanan siber di Indonesia. Kondisi ini membuat pertahanan digital nasional kian rapuh dan rawan dibobol oleh serangan seperti ransomware, pencurian data, hingga sabotase sistem informasi vital.
“Tanpa cukup sumber daya manusia dan dukungan pendanaan, kita akan terus kesulitan menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks. Ini bukan sekadar isu teknologi, tapi sudah menyangkut kedaulatan negara,” tegas Giyanti Awan.
Pernyataan tersebut memicu sorotan dari Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), yang mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera mengambil langkah strategis memperkuat industri keamanan siber nasional, Selasa 12 Agustus 2025.
“Data rakyat, perusahaan, dan negara adalah aset strategis. Jangan sampai hanya karena kurang dana, pertahanan digital kita jebol. Pemerintah harus punya political will yang kuat dan nyata untuk membangun ekosistem keamanan siber, bukan sekadar wacana,” kata Presiden LSM LIRA.
LIRA menilai, di tengah maraknya serangan digital yang menyasar infrastruktur publik dan sektor swasta, kelemahan pada sisi sumber daya manusia dan industri keamanan siber bisa menjadi pintu masuk kerugian besar mulai dari lumpuhnya layanan publik, kerugian ekonomi triliunan rupiah, hingga kebocoran data strategis negara.
“Keamanan siber harus menjadi prioritas nasional, sejajar dengan pertahanan militer konvensional. Ancaman ini nyata, dan tidak bisa ditunda penanganannya,” tegas Presiden LSM LIRA HM. Yusuf Rizal, SE. SH.M.Si. *