CYBERMERAHPUTIH.CO.ID, JAKARTA 5 Juni 25 –
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Sumatera Utara kembali membuka borok lama birokrasi kita: korupsi yang sistemik dan persekongkolan di balik proyek-proyek triliunan rupiah.
Kali ini, Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, bersama empat orang lainnya, ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga terlibat dalam praktik pengaturan proyek infrastruktur jalan senilai lebih dari Rp200 miliar, dengan modus memanipulasi penggunaan e-katalog dan menerima suap. Dari tangan mereka, KPK menyita uang tunai miliaran rupiah—indikasi kuat bahwa korupsi ini bukanlah aksi tunggal.
Yang mengejutkan publik, Topan bukan sekadar pejabat teknis. Ia dikenal sebagai orang dekat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Keduanya memiliki jejak hubungan sejak Bobby menjabat Wali Kota Medan, di mana Topan sempat menjabat sebagai Ketua Perbakin Medan. Bahkan, Bobby beberapa kali terlihat meninjau proyek jalan yang kini menjadi pusat kasus korupsi ini.
Fakta-fakta ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah Bobby mengetahui atau bahkan menyetujui praktik busuk ini? Apakah ia menerima laporan? Apakah ada keterlibatan langsung atau hanya pembiaran?
Publik berhak mendapatkan jawaban. Karena itu, KPK tidak boleh berhenti pada birokrat level bawah. Institusi antikorupsi ini wajib memanggil dan memeriksa Bobby Nasution untuk mengurai seluruh rangkaian kejahatan ini secara menyeluruh.
Penegakan hukum yang tebang pilih hanya akan melanggengkan sinisme publik terhadap lembaga penegak hukum. KPK harus berdiri tegak, tidak tunduk pada tekanan politik atau status Bobby sebagai menantu mantan Presiden Joko Widodo.
Bagi Bobby, ini bukan sekadar ujian elektoral menjelang Pilkada, tapi ujian integritas. Jika memang tidak terlibat, maka ia seharusnya bersikap terbuka dan kooperatif. Menyampaikan segala informasi yang ia ketahui justru akan membuktikan bahwa dirinya tak melindungi siapapun dan berdiri di pihak kebenaran.
Sebaliknya, sikap defensif dan menghindar hanya akan memperkuat kecurigaan publik. Tidak ada pemimpin yang kebal hukum—dan justru pemimpin yang berani diperiksa itulah yang pantas dihormati.
Sumatera Utara selama ini sudah dikenal publik sebagai daerah dengan tingkat korupsi yang tinggi. Sepanjang tahun 2024, provinsi ini mencatatkan rekor sebagai wilayah dengan jumlah kasus korupsi terbanyak, dengan total kerugian negara ditaksir mencapai triliunan rupiah.
Sudah cukup rakyat Sumut menjadi korban. Sudah cukup proyek pembangunan menjadi bancakan elit dan birokrat. Jika kepala daerahnya tidak mampu membersihkan lingkaran kekuasaannya dari praktik kotor, maka publik berhak mempertanyakan kelayakannya memimpin.
KPK kini menghadapi momen krusial. Apakah akan kembali bermain aman dan berhenti di pejabat teknis, atau benar-benar menjalankan mandat reformasi: berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Kami mendesak KPK untuk menunjukkan keberanian dan profesionalisme. Jangan biarkan kasus ini menjadi sandiwara biasa dengan korban “kambing hitam” belaka. Jika Bobby Nasution memang punya posisi penting dalam rantai kasus ini, maka ia harus diperiksa.
Hanya dengan cara itu, kepercayaan publik bisa dipulihkan, dan hukum kembali mendapat wibawanya. Sudah saatnya hukum tajam ke atas bukan hanya tajam ke bawah. *Cmp